Mati Syahid, atau Hidup Syahid ?

Kita banyak mendengar dan membahas tentang "mati fi sabilillah" (mati di jalan Allah).

Namun, tentang 'hidup fi sabilillah' (hidup di jalan Allah), kita jarang mendengarnya, kita jarang membahasnya.

Hidup di jalan Allah merupakan jihad yang sesungguhnya.
Ia adalah Ujian yang lebih besar, dan berat. Ia adalah perjalanan panjang lagi melelahkan. Terlebih di zaman yang penuh fitnah.

Mematuhi segala aturan Allah Swt selama hidup, adalah jihad yang sesungguhnya. Ia lah yang dimaksud dengan 'hidup fi sabilillah'.

'Barang siapa bisa hidup fi sabilillah, niscaya ia akan mati fi sabilillah pula.

(Disarikan dari dawuh Al Habib Ali al Jufri)

Kala Setan Bertaubat

Dikisahkan, pada suatu kesempatan setan ingin bertaubat kepada Allah Swt.

Ia ingin menyampaikan maksud taubatnya kepada Allah Swt, namun ia merasa tak berkapasitas untuk menghadap dan mengadu kepada Allah Swt.

Setan kantas menemui Nabi Musa As, yang tak lain adalah Kalimulloh (Nabi yang berbisik / berbicang dengan Allah Swt). Terjadilah percakapan antara keduanya.

Setan (S) : "Musa! Aku ingin bertaubat kepada Allah. Aku mohon sampaikan maksudku kepada Allah Swt."

Musa (M) : "Baiklah, bila kau benar bermaksud begitu, akan Ku sampaikan kepada Allah. Bila kau benar-benar, tentu Allah akan mengampunimu."

Beberapa saat kemudian....

(M) : "Aku sudah menyampaikan maksud taubatmu kepada Allah. Taubatmu diterima oleh Allah, namun dengan satu syarat. Apakah kau mau memenuhinya?"

(S) : "Ya, Aku siap menjalankannya. Apa syarat yang diminta ileh Allah."

(M) : "Dahulu, dosa yang menjadikan kau dimurka adalah tak mau bersujud kepada Nabi Adam As, saat kau diperitahkannya. Kini, kau harus bersujud, di kubur Nabi Adam As. Itulah syarat taubatmu."

(S) : "Hai Musa! Saat Adam hidup saja aku tak sudi bersujud kepadanya. Bagaimana mungkin sekarang aku sudi sujud kepadanya saat ia telah mati."

(M) : "Oooh..... Dasar Kau Setan....!!!"

(Disarikan dari pengajian Tafsir Jalalain, oleh KH. Bahauddin Nur Salim, Sedan Rembang)

Hikmah:
1. Betapa pun dosa seorang hamba, bila benar2 mau bertaubat, pasti Allah akan mengampuninya.
2. Kesombongan merupakan sikap yang sangat berbahaya, Ia menutup hati kita untuk menerima kebenaran. Sekalipun kita tahu itu adalah kebenaran.
Oleh karena, sebuah doa mengajarkan kita,
ربنا أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه
وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
"Ya Allah, perlihatkan kepada kami kebenaran, dan anugerahkan kepada kami, mengikutinya.
Pun pula, perlihatkan kepada kami kebathilan, dan anugerahkan kepada kami, menjauhinya."

Wallahu A'lam bis shawab....

Rasulullah Saw: "Hidupku, Matiku, untuk kalian, umatku !"

Telah maklum, betapa besar kasih sayang Rasulullah Saw terhadap umat beliau.

Banyak kita dengar, bahwa Rasulullah tak mempedulikan nasib beliau setelah wafat, beliau justru bertanya kepada Jibril tentang nasib umat beliau.

Kita juga mendengar bahwa kelak Rasulullah tidak berkenan masuk ke surga sebelum seluruh umat beliau mendahului.

Kini,
Saya akan membagikan sebuah kisah yang semakin menegaskan kasih sayang itu.

***
Saat turun wahyu terakhir (surat al-Maidah ; 3) yang tak lain menyampaikan bahwa ajaran Islam telah disempurnakan, sahabat gembira dan bersuka cita.
Namun, tak sedikit di antara mereka yang justru tampak sedih.

Mengapa?
Mereka menangkap pemahaman bahwa, bila agama ini telah sempurna, bila risalah ini telah usai, itu tanda Rasulullah akan segera menghadap Allah Azza wa Jalla.

Dengan raut sedih, sebagian sahabat bahkan memberanikan diri menanyakan hal tersebut kepada Baginda Rasul.

Melihat kesedihan di muka para sahabat, Rasulullah menyampaikan jawaban yang tak terduga.

Beliau bersabda;
"Jangan bersedih !
Hidupku..... baik untuk kalian.
Matiku........ pun baik untuk kalian.
Saat aku hidup, aku menyampaikan petunjuk pada kalian, aku menuntun kalian dalam hidup.
Dan saat aku telah wafat nanti,
setiap amal perbuatan kalian dikabarkan kepadaku. Dan saat itu, Aku berada di sisi Allah Swt.

Bila Aku temukan amal baik kalian, Aku memuji kepada Allah.
Dan bila Aku temukan amal buruk kalian, Aku mohonkan ampunan untuk kalian.
Bukankah itu baik bagi kalian."

***
Mari Renungkan !!!!
Betapa kasih beliau pada kita sebagai umat.
Cinta beliau, adalah cinta sejati. Maut pun tak mampu mengikis cinta itu.

Ya Allah....
Bahagiakanlah hati Baginda Rasul, dengan melihat amal baik kami. Jangan jadikan beliau bersedih, melihat perbuatan buruk kami.

اللهم ارزقنا متابعة رسولك متابعة تامة
واوزقنا لقاء حبيبنا ونظر وجه نبينا

يا سيدي!
ويا قرة عيني!
اشفع لنا يا رسول الله !

صلوا على النبي محمد !!!!!

ATAS NAMA ALLAH, SEMUANYA INDAH

Ingatkah Anda kisah Nabi Ibrahim As? Saat beliau meninggalkan Sang istri tercinta (Dewi Hajar), dan putra tersayang (Nabi Ismail As).

Ada yang menarik dalam kisah itu.

Selamat membaca!
Renungkan, dan ambil pelajaran dari kisah ini.

***
Sembari melangkah menjauh meninggalkan Sang Istri, Nabi Ibrahim sedikit pun tak menoleh ke belakang. Beliau tegap melangkah, seolah tak mempedulikan istri dan putra yang ditinggalkannya.

Bukan!
Nabi Ibrahim tak setega itu. Beliau tegap menatap ke depan untuk menyembunyikan air mata.
Beliau tak ingin, kecintaan pada sang Istri akan menghadang cinta kepada Allah Swt.

***
Di sisi yang berbeda...
Ditinggal begitu saja oleh suami tercinta, di tempat yang asing lagi tandus, dan tanpa alasan, membuat perasaan Dewi Hajar begitu tersayat. Dewi Hajar tak habis pikir, setega itukah Nabi Ibrahim terhadap dirinya dan sang putra?

Dalam ketidakrelaan itu, Dewi Hajar memprotes Nabi Ibrahim. Ia berdiri, berteriak memanggil Ibrahim.
"Hai Suamiku! Setega itukah Kau?"
"Hai Suamiku! Kemana kau kan pergi?"
"Apakah kau tega menelantarkan kami di tempat ini. Dan tak kau tinggalkan sedikitpun sesuatu untuk kebutuhan kami."

Mendengar protes itu, Nabi Ibrahim tetap melenggang, tanpa mempedulikannya.

Hingga akhirnya Dewi Hajar bertanya: "Hai Suamiku! Apakah Allah memerintahkan kau meninggalkan kami di sini?

Kali ini, Nabi Ibrahim menghentikan langkahnya, beliau menoleh dan menjawab dengan tegas:
"Ya. Ini perintah Allah."

Mengejutkan, mendengar jawaban itu, hati dan pikiran Dewi Hajar berubah seketika. Beliau berkata: "Baiklah. Pergilah suamiku, laksanakan perintah Allah. Aku yakin, Allah tidak akan menelantarkan kami di sini."

***
Sekali lagi, Atas Nama Allah, segalanya menjadi indah.